Selasa, 29 Juli 2008

"THE FUCKIN YEAR"

akhirnya kembali ke Jogja,
setelah sekian bulan hidup di laut lepas, di atas pulau besi yang monoton, hanya 'salt water' dan hamparan laut hingga ujung cakrawala, entah di mana utara mana selatan, hanya bintang di langit memberi petunjuk arah ke mana menuju Pulau Jawa...
berawal dari perayaan malam tahun baru 2006 di Desa Wisata Sambi di daerah Pakem, dua mobil bergerak ke sebuah desa di pinggir Kalikuning, aku numpang di mobil Marcel dengan istrinya, sedang maknya Elang ada di mobilnya Pak Yan dengan rombongan Jaran,
" yang mana Brik.....?"
"katanya lo punya gebetan, yang mana sih?"
"oooh yang tinggi gede itu? ayo ! ajak ke sini, ah lo nggak gesit"
sebuah acara pertemuan keluarga besar Gaia Solution di tempatnya Pak Didik Kupret, ada banyak makanan di sana, ada alat musik juga, termasuk api unggun dan kelengkapannya, kembang api dan terompet dari kertas. Malam makin larut, sementara hujan rintik-rintik menyertai kabut yang membeku selimuti pepohonan di sepanjang Kalikuning.
"selamat tahun baru dan selamat ulang tahun "
"yang keberapa Brik?"
betapa berbahagia malam itu, hingga pagi pun tiba, dan sisa pesta diakhiri dengan sarapan bersama, akhirnya semua turun kembali ke jogja, karena aku mabuk berat akhirnya pulang sendiri dengan naik angkutan umum, turun di ring road utara depan Apotik Kentungan, berjalan susuri jalur lambat, ada mobil VW combi menghampiri dan menawarkan tumpangan, rupanya Barkah kodok segoro dan istrinya, sampai di JAran aku kembali tidur karena kepala masih terasa berat, hingga siang baru bangun dan langsung disambut todongan teman tuk traktir makan dan pastinya minum.
sejak aku merasakan sebuah kenikmatan jatuh cinta saat suara takbor berkumandang di malam takbiran hari raya kurban, hari raya haji yang kulewatkan bersama Aan di kantor dan rumahnya. akhirnya bulan februari tiba saat anak muda merayakan hari kasih sayang, valentine day kunikmati bersama seorang perempuan muda dengan satu anak usia 3,5 tahun, merencanakan hari baik untuk segera mengakhiri masa lajang, doa restu orang tua dan saudara sudah lengkap, anggaran siap, pembicaraan antar keluarga sudah, hanya soal waktu yang harus menunggu, setelah JBR aja, karena kesibukan kerja yang luar biasa, pertengahan maret adalah pelaksanaan event jogja bike rendevouz terlewat sudah, demikian juga dengan rencana pernikahan yang akhirnya lewat sudah......
Gelanggang adalah komunitas paling aman dan nyaman tuk pelarian dari masalah, kenyataan hidup yang kucoba tuk segera lupa, alam raya membantu menyibukan rasa dengan aktivitas Merapi yang makin meningkat, posko siaga bencana dibentuk, membantu lupakan tentang manisnya cinta asmara di usia senja, panggilan tugas kemanusiaan lunturkan jiwa yang lara, kembali membentuk posko siaga pada tingkat yang lebih luas, posko Babusa berdiri sudah dengan kelengkapannya. Menyatukan berbagai unsur aktivis kemanusiaan dalam sebuah kerja bareng yang nggak ada duitnya.
tanggal 15 Mei 2006 Posko Siaga Merapi berdiri di Babusa, 20 personil dari SEKBER PPA DIY 10 personil dari Gelanggang mahasiswa UGM, putaran pasukan per 3 hari, dengan tugas menyesuaikan kondisi di lereng selatan Merapi, dari barak pengungsi hingga puncak gunung berapi, baru dapet tiga rotasi, gempa besar melanda Jogja, kampung halaman dan rumah menjadi rata, pagi jam 05.55 wib tanggal 27 mei tahun 2006.
Gegap gempita peduli gempa jogja, rumah keluarga tinggal tumpukan batu bata, bakti ke orang tua dengan membangun rumah sederhana. Waktunya kembali ke tugas sebagai manusia, hiruk pikuk relawan penuhi SARDA, entah di gelanggang sana. Satu minggu sudah operasi pencarian jenazah dan pertolongan berlangsung, bantuan dari relawan se dunia cukupi kebutuhan hidup manusia Jogja dan sekitarnya. Walau SARDA menjadi pusat informasi bantuan bencana, namun Merapi masih terus dengan aktivitasnya, dan aku kembali meramaikan Babusa, sekedar sediakan tempat bagi relawan yang kelelahan dengan tugas kemanusiaan di Bantul, sebagai hiburan melihat lava dan awan panas dari Pos Babusa. Saatnya pulang menengok rumah sekaligus mengantar tenda untuk tidur ponakan yang mulai rewel rindu rumahnya.
tanggal 14 Juni 2006 Bebeng KAliadem tempat yang dulu tentram dan dingin, tiba-tiba membara terbakar debu material bercampur belerang, dua manusia terjebak di bunker dan jadi korban, butuh dua hari untuk membongkar bunker dan korban ditemukan dua-duanya di dlam bunker. Kembali normal dan makin banyak relawan bergabung dengan SARDA di BAbusa. Bulan Juli yang dingin dengan hujan abu tipis terbawa angin dari puncak Merapi, menghembus pula gairah asmara dalam diri, Namun masih saja ada bencana di tanah jawa, Pangandaran tertimpa luapan air laut hingga cilacap dan kebumen. Pasukan pemburu jenazah SARDA DIY bergerak cepat tuntaskan tugas, 50 personil cukup dengan sekali briefing, masuk daerah bencana dan menyelesaikan setiap misi tugas harian.
Aku sendiri terpana di Jogja, perintah komandan untuk tidak tinggalkan Jogja, pertahankan Jabrik di SARDA, tidak boleh ikut ke Pangandaran. Sebagai hiburan di pergantian bulan Juli ke Agustus, aku mengikuti pelatihan MFR dengan BASARNAS Semarang di Salatiga. seminggu ngecamp dengan materi kelas dan lapangan yang dirampingkan. Pulang dari pelatihan langsung ke gelanggang sekedar istirahatkan badan dan mencoba refresh materi dengan anak UKESMA. September itu hari-hari melelahkan membongkar rumah, persiapan lebaran saat banyak handai taulan silaturahmi, walau puasa di siang hari saat malam bergelut dengan palu dan debu, dari genteng hingga lantai pondasi akhirnya bersih sudah.
Lebaran pun tiba dengan pesta sederhana, kunjungan antar keluarga mengingatkan akan pentingnya hubungan antar sesama. Aku terdiam di kamar, tak kuasa bercerita tentang gagalnya pernikahan dan banyaknya korban gempa beberapa bulan yang lalu.
Bulan Nopember 2006 di sore hari saat aku bapak dan ibu ku sedang bercengkerama, aku melihat tenda biru itu morat marit terkena angin, rupanya tali pengikatnya putus. Dengan sigap kuambil tangga dan mencoba memperbaiki dan menjaga kerapiannya. Namun apa daya, pegangan tanganku terlepas dan aku terhempas ke samping tangga. Tangan kanan ku membentur lantai porselen yang keras, punggungku melesak ruasnya. Hampir pingsan rasanya menahan rasa sakit di pergelangan tangan dan perut yang mulas. Aku jatuh terduduk dan segera di bawa ke Bethesda. Hasil rontgen menunjukkan pergelangan tangan kanan ku retak hanpir seluruhnya, tulang lumbar ku berubah posisi di ruas ke 2 dan ke 5.
Tangan digips selama satu bulan penuh, punggung harus disangga dengan korset kulit tebal yang panas dan meyebalkan. Tidak mungkin duduk apalagi berdiri tanpa menggunakan korset penyangga, semua aktivitas menggunakan tangan kiri, paling repot saat buang air besar. Punggung tidak boleh membungkuk, tangan kanan dipaksa lurus dibidai gips yang bikin gatal.
Tahun baru 2007 hanya di rumah, berbaring terkapar cacat di tempat tidur, hanya TV dan HP sebagai teman paling setia, perempuan muda pasca remaja temani aku di hari ulang tahun, tidak ada pesta, tidak ada putar-putar kota, tidak ada mabuk, tapi masih ada sedikit cinta yang sempat hilang dan kehausan kasih sayang wanita.
masa indah itu datang lagi.....................

2 komentar:

ziesca mengatakan...

huahhhhhhhhhhhhhhh............ aku disuruh baca ini nta... jauh-jauh di blitar cuma untuk baca ini ga mutu buangetttttttttttttt :P

Anonim mengatakan...

ya maaf.......