Sabtu, 26 Juli 2008

dian tak kunjung padam

aku pernah jatuh beberapa kali,
ya dalam satu tahun saja, aku mengalami masa yang sangat sulit,
justru ketika aku baru saja mendapat rejeki yang cukup.
ketika tahun 2005 berakhir,
adalah masa-masa suka cita ku,
saat itu semua begitu mudah, semua lancar, progress hidup terpampang cerah ke depan,
akhirnya tahun terus bergulir dan putaran hidup terus menggelinding.
setelah aku dapatkan bunga yang elok walau nampak sudah layu, aku pun menerima bunga elok nan layu itu, sebagai kepasrahan ku pada usia yang makin renta,
keinginan untuk segera membina rumah tangga pudar sudah,
lagi-lagi di Bulan Pebruari 2006, kegagalan itu kujadikan pelajaran yang sungguh berarti dalam hidupku, agar memori kelabu itu segera pudar,
aku pun kembali ke kandang macan, gelanggang tempat "gelandangan kemanusiaan" berkiprah, gunung api itu mulai menggeliat mengkhawatirkan penjuru kota, rapatkan barisan, gandeng tangan bersama demi pengabdian tulus pada sesama, saat semua kokoh bersatu dan waspada, bergerak bumi hancurkan berhala dan penghuni kota,
rumah ku roboh, dan aku kehilangan masa kecil ku, kenangan pada sebuah tempat di mana aku pernah tinggal dan tumbuh berkembang hingga saat ini, ya sebuah rumah keluarga jawa kebanyakan, beberapa saat setelah gegap gempita gempa berkurang,
kembali singsingkan lengan hadapi bahaya geliat Merapi yang tak kunjung menurun, walau tempat bermain hancur luluh lantak tak berbentuk, tempat sejuk dingin selalu berselimut kabut, tempat bersatu saudara dan kerabat di akhir pekan, kini sudah berganti bentuk bentang alamnya, rasa lelah dan kangen rumah, langkahkan hati ku tuk pulang, sekedar beres-beres rumah yang belum tertata, entah apa daya, saat lebaran berlalu......aku pun kembali menyapa puing rumah ku,
suatu ketika tangga yang ku injak meleset dan pegangan ku terlepas dari kayu tempatku bertumpu,
aku pun terhempas ke lantai porselen, tangan kanan cacat tak berguna selama 40 hari, punggung harus disangga fiber berlapis kulit selama 100 hari, tangan patah punggung rapuh, bujangan tua tanpa perawat pribadi, tersungkur lesu di kamar yang juga nggak ada rapi-rapinya. orang tua yang renta menunggu dengan kasihnya.
aku tak mampu membalas kasih sayang itu.
aku hanya termangu menikmati 'karunia' Illahi ini,
tersentak aku akan hidup ku,
alhamdulillah wa syukurillah akhirnya kudapatkan perawat seumur hidup,
walau bukan idola tapi cukup membuatku bahagia.
aku bersyukur..........
ternyata dalam hati masih ada cahaya, masih ada terang, masih ada masa depan, masih ada jalan panjang yang harus kutempuh.
terima kasih Tuhan...ternyata Engkau ada !

1 komentar:

Anonim mengatakan...

mncari idola dan bahagia jauh lebih sempurna... so selamat mencari...